Pensil: “Maafkan aku!”
Penghapus: “Maaf untuk apa? Kau kan tak melakukan kesalahan apa pun.”
Pensil: “Untuk setiap gores luka yang kau rasa
karena aku. Setiap kali aku membuat kesalahan, kau selalu ada untuk
menghapusnya. Namun, setiap kali salah itu terhapus, kau kehilangan
sebagian dari tubuhmu. Kau menjadi kecil dan semakin kecil karenanya.”
Penghapus: “Ya, memang benar, tapi itu tak
mengapa. Kau tahu, aku tercipta memang untuk tugas itu. Aku tercipta
memang untuk membantumu setiap kali kau melakukan kesalahan. Meskipun
aku tahu, suatu saat aku akan tiada dan kau pun akan menggantiku dengan
sesuatu yang baru. Sejatinya aku bahagia dengan itu semua. Jadi, tak
perlu lah kau khawatir. Aku tak tahan melihatmu bersedih seperti ini.”
Kawan, kita diibaratkan seperti pensil, sedangkan orang tua kita
diibaratkan layaknya penghapus. Mereka selalu ada untuk anaknya,
menghapus kesalahan, dan memberikan pencerahan. Meskipun sering kali,
tersadar atau tidak, kita melukai hatinya. Seiring waktu berlalu, mereka
pun menua dan akhirnya tiada. Dan kita seakan menemukan penggantinya,
yakni pasangan kita. Terlepas dari apa pun yang kita lakukan padanya,
mereka tetap bahagia atas apa yang mereka lakukan untuk anaknya, dan
mereka akan bersedih jikalau anaknya pun bersedih. Itu lah orang tua,
selalu mendahulukan anaknya dibandingkan diri mereka sendiri. Tak
berlebihan kiranya jika ada kekata yang berbicara, “jangan
pernah terlintas dalam benakmu bahwa segala kebaikanmu pada orang tua
bisa membayar jerih payahnya selama ini. Tidak akan pernah bisa, bahkan
untuk setetes air matanya.”
Adalah Ibu, kata tersejuk yang terlantun dari bibir-bibir manusia
Panggilan terindah, laksana angin surga bagi sesiapa yang mendengarnya
Kata manis nan syahdu yang memancar dari lubuk kedalaman jiwa
Ia adalah segalanya, mata air cinta yang abadi dari semesta
Pelita siang yang terang, purnama malam yang benderang
Penawar di kala lara, penghibur di kala nestapa, pencinta sepanjang masa
Panggilan terindah, laksana angin surga bagi sesiapa yang mendengarnya
Kata manis nan syahdu yang memancar dari lubuk kedalaman jiwa
Ia adalah segalanya, mata air cinta yang abadi dari semesta
Pelita siang yang terang, purnama malam yang benderang
Penawar di kala lara, penghibur di kala nestapa, pencinta sepanjang masa
“Keridloan Allah tergantung kepada keridloan orang tua dan kemurkaan Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua.” (HR Tirmidzi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar